Pertanyaan:
“Bagaimana hukumnya seseorang yang sudah menikah secara siri, tapi belum memiliki akta cerai dari pengadilan, bagaimana mengisbatkannya? Apakah diurus akta cerainya dulu, atau bagaimana?” -Mhd. Khadafi Abdullah-
Jawaban Oleh:
Helmi Al Djufri, S.Sy., M.Si.
(Advokat & Konsultan Hukum PAHAM Jakarta)
Subtansi dari pertanyaan sdr. Mhd. Khadafi Abdullah, yaitu:
- Bagaimana hukum pernikahan sirri?
- Bagaimana mengajukan itsbat nikah?
- Sudah menikah sirri tetapi belum memiliki akta cerai, apakah bercerai dulu atau dapat langsung mengajukan gugatan cerai? Pertanyaan ini masih belum jelas, apakah saudara telah mengajukan gugatan cerai di Pengadilan Agama dan sudah diputus tetapi akta cerainya belum keluar atau belum terbit, atau belum mengajukan gugatan cerai? Juga belum jelas, apakah yang saudara maksud menikah dengan 1 orang yang sama tetapi belum dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah kemudian saudara ingin menceraikannya? Atau saudara sudah pernah menikah dengan isteri pertama, kemudian saudara menikah lagi dengan isteri kedua secara sirri tangan?
Sebelum menjawab secara poin-poin tersebut, saya jelaskan mengenai dasar-dasar perkawinan terlebih dahulu.
Perkawinan menurut UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) Pasal 1 “ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Apabila saudara seorang muslim, maka dasar hukum yang dapat dirujuk selain UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu Kompilasi Hukum Islam (KHI). Dalam Pasal 2 KHI disebutkan “Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaaqon gholidhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah”.
Sedangkan menurut Pasal 3 KHI, “perkawinan bertujuan untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah”.
Perkawinan dapat dikatakan sah menurut Pasal 2 UU Perkawinan yaitu:
“(1). Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Selain Pasal 2 UU Perkawinan, bagi ummat muslim, menurut Pasal 7 ayat (1) KHI, “perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah”.
Perkawinan sah apabila memenuhi rukun dan syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 14 KHI “untuk melaksanakan perkawinan harus ada: a. Calon suami, b. Calon isteri, c. Wali nikah, d. Dua orang saksi, e. Ijab dan kabul”.
- Bagaimana akibat hukumnya perkawinan sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (2) UU Perkawinan Jo. Pasal 7 KHI perkawinannya tidak dicatat Pegawai Pencatat Nikah (hukum nikah sirri)?
Perkawinan yang dilakukan di bawah tangan, atau yang masyarakat banyak ungkapkan dengan istilah pernikahan sirri (secara sembunyi-sembunyi) dengan memenuhi syarat dan rukun perkawinan, maka secara hukum Islam adalah sah. Jika syarat dan rukunnya tidak terpenuhi, maka pernikahannya tidak sah. Tetapi, pernikahan yang tidak dicatatkan oleh Pegawai Pencatat Nikah, maka sesungguhnya tidak sesuai dengan tujuan dari perkawinan itu sendiri, dan tidak sesuai dengan maqashid syariah dalam hal hifdhuz-nasb (melindungi keturunan), karena akibat pernikahan sirri tersebut memberikan dampak negatif yang sangat besar, yaitu: tidak mendapatkannya perlindungan hukum dari negara, tidak diakuinya status perkawinannya, tidak berhak mendapatkan akta nikah, akibat tidak memiliki akta nikah maka tidak dapat mengurus atau mendapatkan Kartu Keluarga (KK), jika tidak memiliki akta nikah dan Kartu Keluarga tidak dapat mengubah status perkawinannya di KTP, akibat itu semua, anak-anak yang dilahirkannya tidak akan mendapatkan akta kelahiran. Akibat tidak mendapatkan kelahiran, maka tidak akan mendapatkan nomor induk kependudukan (KTP), jika tidak memiliki KTP, maka akan kesulitan mendapatkan perlindungan dan pemenuhan hak asasinya berupa layanan pendidikan, layanan kesehatan, layanan pembuatan paspor, layanan hukum di Pengadilan apabila terjadi perceraian beserta akibat hukumnya; sengketa hak asuh anak, sengketa harta bersama. Apabila salah satunya (suami atau isreri) meninggal, jika terjadi sengketa waris antar ahli waris, tidak mendapatkan perlindungan hukum dari negara baik secara perdata maupun pidana, hal itu semua sebagai akibat dari tidak dicatatkannya perkawinan menurut peraturan perundang-undangan, atau tidak dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah. Mengenai administrasi perkawinan ini menjadi hal fundamental dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Karena itu demi memperoleh hak asasinya dan demi keturunannya, setiap perkawinan harus dicatat sesuai peraturan perundang-undangan.
- Bagaimana mengajukan itsbat nikah?
Apabila saudara telah memenuhi rukun dan syarat perkawinan sebagaimana Pasal 14 KHI, maka saudara dapat mengajukan permohonan itsbat nikah ke Pengadilan Agama sesuai domisili saudara dan istri.
Ketentuan mengenai itsbat nikah harus memenuhi ketentuan Pasal 7 ayat (2), (3) dan (4) KHI:
- “Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah, dapat diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama.
- Itsbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan:
- Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian;
- Hilangnya Akta Nikah;
- Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan;
- Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, dan
- Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974.
- Yang berhak mengajukan permohonan itsbat nikah ialah suami atau isteri, anak-anak mereka, wali nikah dan pihak yang berkepentingan dengan perkawinan itu”.
Secara teknis prosedural, apabila saudara ingin mengajukan itsbat nikah:
- Membuat dan mengajukan permohonan itsbat nikah secara tertulis ke Pengadilan Agama sesuai domisili saudara;
- Surat permohonan itsbat nikah ada dua jenis sesuai dengan tujuan yaitu:
1) surat permohonan itsbat nikah digabung dengan gugat cerai, dan
2) surat permohonan itsbat nikah.
saudara dapat berkonsultasi lebih dulu kepada petugas Pengadilan jika belum memahami bagaimana membuat Permohonan itsbat nikah. Atau saudara dapat menggunakan jasa hukum/bantuan hukum dari kantor LBH/ Advokat, selanjutnya kuasa hukum saudara yang akan mengurus pembuatan Permohonan itsbat nikah, mendaftarkannya ke Pengadilan, mendampingi saudara di setiap persidangan hingga terbitnya Putusan Penetapan Itsbat Nikah.
- Memfotokopi formulir permohonan Itsbat Nikah sebanyak 5 rangkap, kemudian mengisinya dan menandatangani formulir yang telah lengkap. Empat rangkap formulir permohonan diserahkan kepada petugas Pengadilan, satu fotokopi saudara simpan;
- Melampirkan surat-surat yang diperlukan, antara lain surat keterangan dari KUA bahwa pernikahannya tidak tercatat;
- Membayar Panjar Biaya Perkara;
- Menunggu Panggilan Sidang dari Pengadilan; Pengadilan akan mengirim Surat Panggilan yang berisi tentang tanggal dan tempat sidang kepada Pemohon dan Termohon secara langsung ke alamat yang tertera dalam surat permohonan;
- Menghadiri Persidangan; datang ke Pengadilan sesuai dengan tanggal dan waktu yang tertera dalam surat panggilan. Upayakan untuk datang tepat waktu dan jangan terlambat;
- Untuk sidang pertama, bawa serta dokumen seperti Surat Panggilan Persidangan, fotokopi formulir permohonan yang telah diisi. Dalam sidang pertama ini hakim akan menanyakan identitas para Pihak misalnya KTP atau kartu identitas lainnya yang asli. Dalam kondisi tertentu hakim kemungkinan akan melakukan pemeriksaan isi permohonan;
- Untuk sidang selanjutnya, hakim akan memberitahukan kepada Pemohon/ Termohon yang hadir dalam sidang kapan tanggal dan waktu sidang berikutnya. Bagi Pemohon/Termohon yang tidak hadir dalam sidang, untuk persidangan berikutnya akan dilakukan pemanggilan ulang kepada yang bersangkutan melalui surat;
- Untuk sidang kedua dan seterusnya, ada kemungkinan anda harus mempersiapkan dokumen dan bukti sesuai dengan permintaan hakim. Dalam kondisi tertentu, hakim akan meminta anda menghadirkan saksi-saksi yaitu orang yang mengetahui pernikahan anda di antaranya wali nikah dan saksi nikah, atau orang-orang terdekat yang mengetahui pernikahan anda;
- Putusan/Penetapan Pengadilan; Jika permohonan anda dikabulkan, Pengadilan akan mengeluarkan putusan/ penetapan itsbat nikah. Salinan putusan/penetapan itsbat nikah akan siap diambil dalam jangka waktu setelah 14 hari (kerja) dari sidang terakhir;
- Salinan putusan/penetapan itsbat nikah dapat diambil sendiri ke kantor Pengadilan atau mewakilkan kepada orang lain dengan Surat Kuasa;
- Setelah mendapatkan salinan putusan/penetapan tersebut, anda bisa meminta KUA setempat untuk mencatatkan pernikahan anda dengan menunjukkan bukti salinan putusan/penetapan pengadilan tersebut.
- Bagaimana hukumnya jika saudara sudah menikah secara sirri tetapi masih terikat perkawinan atau belum bercerai, apakah diurus cerainya dulu atau permohonan istbat nikahnya dapat digabung dengan gugatan cerai?
Sebagaimana penjelasan sebelumnya, berdasar Pasal 7 ayat (3) huruf a KHI, Permohonan itsbat nikah dan gugatan cerai dapat digabung.
Yang dimaksud dengan penggabungan permohonan itsbat nikah dan gugatan cerai ini yaitu dengan ilustrasi; apabila saudara sudah menikah secara sirri dengan perempuan bernama fulanah, kemudian setelah sepuluh tahun menikah terjadi pertengkaran terus menerus, hingga akhirnya saudara dan isteri ingin bercerai, maka saudara atau isteri dapat mengajukan permohonan itsbat nikah sekaligus gugatan cerai dalam satu gugatan ke Pengadilan Agama setempat.
Tetapi penggabungan permohonan itsbat nikah dengan gugatan cerai tidak berlaku atau tidak memiliki dasar hukum, apabila saudara telah menikah dengan isteri pertama bernama fulanah, dan pernikahannya itu dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah (KUA), kemudian saudara menikah lagi secara siirri dengan perempuan bernama siti, kemudian saudara ingin mengajukan itsbat nikah dari pernikahan saudara dengan siti, maka dalam hal ini saudara harus meminta persetujuan poligami secara tertulis dari isteri pertama, kemudian saudara dapat mengajukan permohonan itsbat nikah. Tetapi, apabila pernikahan saudara sudah retak dengan isteri pertama, terjadinya perselisihan dan pertengkaran terus menerus sehingga tidak ada harapan lagi untuk hidup bersama, maka saudara atau isteri dapat mengajukan gugatan cerai. Apabila selama masa perselisahan tersebut saudara telah menikah secara sirri, maka saudara harus mengajukan gugatan cerai terlebih dahulu, apabila putusan Pengadilan sudah memiliki kekuatan hukum tetap, saudara dapat mengajukan Permohonan istbat nikah ke Pengadilan Agama setempat.
Alasan perceraian tersebut harus memenuhi salah satu alasan hukum berdasar Pasal 116 KHI, yaitu:
“Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:
- Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi mabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
- Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa ada alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya;
- Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
- Salah satu pihak mendapatkan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;
- Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri;
- Antara suami dan isteri terus menerus terjadi pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga;
- Suami melanggar taklik talak;
- Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga”.
Referensi:
- UU RI No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
- Kompilasi Hukum Islam
- Panduan Pengajuan Itsbat/Pengesahan Nikah (https://www.pa-selayar.go.id/doc/panduan-istbat-nikah.pdf)