Karyawan Dirumahkan, Bolehkah Perusahaan Merekrut Karyawan Baru?

Saya ingin bertanya bagaimana jika sebuah perusahaan merumahkan karyawannya akan tetapi perusahaan tersebut menerima atau merekrut karyawan baru sedangkan karyawan yang dirumahkan sudah hampir 3 bulan terhitung 18 Nov 2015 hingga sekarang dan tidak mendapat uang (upah) sepeserpun dari perusahaan perbulannya. Juga tidak kunjung mendapat panggilan untuk bekerja kembali dan perusahaan mengupah karyawan jauh di bawah UMK. Bagaimana status hukumnya? Apakah perusahaan tersebut melakukan peniipuan atau yang lainnya? Mohon pencerahan dan jawabannya.

Jawaban :

Intisari:

Sebelum ada putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial mengenai pemutusan hubungan kerja (“PHK”), baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya. Kewajiban pengusaha antara lain yaitu membayar upah pekerja, dan kewajiban pekerja yaitu melaksanakan pekerjaannya, sehingga tidak diperbolehkan pengusaha menggantikan pekerja yang dirumahkan dengan pekerja baru.

Kemudian mengenai perusahaan membayar upah di bawah upah minimum, pengusaha dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100 juta dan paling banyak Rp 400 juta.

Penjelasan lebih lanjut, silakan baca ulasan di bawah ini.

Ulasan:

Saudara Penanya yang terhormat,

 

Pertama sekali kami akan merumuskan pertanyaan dari Anda sebagai berikut:

  1. Sebuah Perusahaan merumahkan karyawan lama dan merekrut karyawan baru, lalu tidak ada panggilan untuk bekerja kembali bagi karyawan lama, bagaimana status hukumnya?
  2. Sudah hampir 3 bulan tidak dapat upah dan upah jauh di bawah UMK, bagaimana status hukumnya?

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”)tidak mengatur secara spesifik mengenai pekerja yang dirumahkan, akan tetapi Anda dapat merujuk pada Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. SE-05/M/BW/1998 Tahun 1998 tentang Upah Pekerja yang Dirumahkan Bukan Ke Arah Pemutusan Hubungan Kerja (“SE Menaker No. 5/1998”) yang menyebutkan sebagai berikut:

  1. Pengusaha tetap membayar upah secara penuh yaitu berupa upah pokok dan tunjangan tetap selama pekerja dirumahkan, kecuali telah diatur lain dalam Perjanjian Kerja peraturan perusahaan atau Kesepakatan Kerja Bersama;
  2. Apabila pengusaha akan membayar upah pekerja tidak secara penuh agar dirundingkan dengan pihak serikat pekerja dan atau para pekerja mengenai besarnya upah selama dirumahkan dan lamanya dirumahkan.

Kemudian mengacu pada Pasal 155 ayat (2) UU Ketenagakerjaan sebelum ada putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berkekuatan hukum tetap mengenai pemutusan hubungan kerja (“PHK”), baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya. Kewajiban pengusaha antara lain yaitu membayar upah pekerja, dan kewajiban pekerja yaitu melaksanakan pekerjaannya, sehingga tidak diperbolehkan pengusaha menggantikan pekerja yang dirumahkan dengan pekerja baru.

Adapun apabila pengusaha mengalami kesulitan yang dapat membawa pengaruh dalam ketenagakerjaan maka PHK merupakan upaya terakhir setelah melakukan hal hal sebagaimana yang disebutkan dalam SE-907/MEN/PHI-PPHI/X/2004 tentang Pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja Massal yaitu:

  1. Mengurangi upah dan fasilitas pekerja tingkat atas, misalnya tingkat manajer dan direktur;
  2. Mengurangi shift;
  3. Membatasi/menghapuskan kerja lembur;
  4. Mengurangi jam kerja;
  5. Mengurangi hari kerja;
  6. Meliburkan atau merumahkan pekerja/buruh secara bergilir untuk sementara waktu;
  7. Tidak atau memperpanjang kontrak bagi pekerja yang sudah habis masa kontraknya;
  8. Memberikan pensiun bagi yang sudah memenuhi syarat.

Sedangkan mengenai pekerja tidak mendapatkan upah selama tiga bulan maka pekerja dapat mengajukan PHK sebagaimana diatur dalam Pasal 169 ayat (1) huruf c UU Ketenagakerjaan sebagai berikut:

(1)  Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut:

  1. ….
  2. ….
  3. tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih;
  4. ….
  5. ….
  6. ….

Bahwa hak untuk mengajukan PHK sebagaimana diatur di atas, telah diperjelas maknanya oleh Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 58/PUU-IX/2011 tanggal 16 Juli 2012, yang pada intinya menyatakan pekerja/buruh tetap dapat mengajukan permohonan PHK dalam hal pengusaha tidak membayar upah tepat waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih, meskipun pengusaha membayar upah secara tepat waktu sesudah itu.

Adapun mengenai Pengusaha membayar upah di bawah upah minimum, maka seharusnya ini telah menjadi perhatian Anda sejak awal bekerja, karena undang-undang telah jelas melarang pengusaha membayar upah di bawah upah minimum.[1]

Pengusaha yang melanggar ketentuan mengenai upah minimum dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100 juta dan paling banyak Rp 400 juta.[2]

Demikian jawaban dari kamI terima kasih.

Dasar Hukum:

  1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
  2. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. SE-05/M/BW/1998 Tahun 1998 tentang Upah Pekerja yang Dirumahkan Bukan Ke Arah Pemutusan Hubungan Kerja;
  3. SE-907/MEN/PHI-PPHI/X/2004 tentang Pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja Massal.

Putusan:

Putusan Mahkamah Konstitusi No. 58/PUU-IX/2011 tanggal 16 Juli 2012.

[1] Pasal 90 UU Ketenagakerjaan

[2] Pasal 185 UU Ketenagakerjaan

dimuat di Hukumonline.com

Leave a Comment