PORTAL JEMBER – Pilihan Presiden Jokowi untuk melakukan pembatasan sosial berskala besar untuk mencegah penularan virus corona sudah tepat. Sebab, kebijakan tersebut sudah diatur dalam UU No 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan.

“Namun, problemnya sampai saat ini pemerintah belum menerbitkan PP, sehingga UU tersebut belum bisa dilaksanakan,” kata Rozaq Asyhari, Sekjen Pusat Advokasi Hukum dan HAM (PAHAM) kepada PORTAL JEMBER, Selasa, 31 Maret 2020.
Karena itu, kata dia, jika opsi berikutnya adalah darurat sipil, hal itu sangat aneh. Kaidah darurat sipil diatur dalam Perppu No 23 Tahun 1959, yang sebenarnya lahir untuk memenuhi ketentuan pasal 12 UUD 1945.
“Situasi yang dihadapi dalam darurat sipil adalah kondisi keamanan umum, sehingga pendekatannya adalah militeristik.
Yang diatur dalam Perppu itu, jika terjadi darurat sipil adalah kewenangan penyadapan, penggeledahan, penyitaan dan tindakan lain yang terkait keamanan.
Tentu ini jauh api dari panggang, jika kita menangani virus dengan pendekatan demikian,” terang pria yang menyelesaikan doktor di UI ini.
Seharusnya, kata dia, dari kebijakan pembatasan sosial berskala besar, presiden mengambil opsi karantina wilayah sebagaimana diatur dalam pasal 53 UU Karantina Kesehatan. Instrumen ini lebih tepat menghadapi Covid-19 karena menggunakan pendekatan medis.
“Jangan sampai pemerintah terlihat takut dengan konsekuensi karantina wilayah di pasal 55, lantas mencari solusi lain dengan menerapkan darurat sipil.
Kewajiban pemerintah untuk menanggung kebutuhan dasar orang di wilayah karantina sebagaimana diatur dalam pasal tersebut adalah konsekuensi logis yang seharusnya diambil pemerintah.
Jika sebelumnya presiden menyampaikan siap membantu Tiongkok untuk menghadapi corona, tentunya akan lebih siap lagi untuk membantu rakyatnya yang sedang terkena wabah corona,: tutupnya. (*)
Sumber:
https://portaljember.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-16358685/paham-seharusnya-karantina-kewilayahan-bukan-darurat-sipil
Liputan Serupa: https://belarakyat.com/kebijakan-darurat-sipil-jokowi-dinilai-aneh-bin-ajaib/ (terbit 30 Maret 2020)